Di tanah Maluku Utara yang kaya akan kisah dan sejarah, nama Boki Babola hidup dalam ingatan rakyat sebagai sosok perempuan mulia, cantik, dan penuh pesona. Cerita tentangnya telah diwariskan turun-temurun, melintasi abad, dan kini menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas budaya masyarakat Galela.
Asal-Usul Boki Babola
Boki Babola diperkirakan hidup pada abad ke-13. Ia adalah putri dari Kolano Seli, penguasa ketujuh Kesultanan Tidore yang menetap di Gam Mayou Seli. Dari pernikahan Kolano Seli dengan seorang perempuan dari pedalaman Sawai, Weda, lahirlah enam orang anak—empat laki-laki dan dua perempuan.
Keempat putra mereka kemudian menjadi tokoh penting di kawasan Toloa Gam Lamo, sedangkan kedua putrinya membawa garis keturunan ke berbagai wilayah. Salah satu putri inilah yang kelak dikenal sebagai Boki Babola, sang putri yang mengembara hingga ke Galela, Halmahera Utara, didorong oleh kerinduan pada saudaranya, meski hingga kini alasan pasti hijrahnya tetap menjadi misteri dalam sejarah lisan masyarakat.
Pernikahan dengan Raja Jailolo
Di Galela, takdir mempertemukan Boki Babola dengan seorang raja dari Jailolo yang bergelar Gamar Malamo, atau dalam lidah masyarakat Galela dikenal sebagai Ahmad Sangaji Jin Makolano. Dari pernikahan ini, mereka dikaruniai tujuh orang anak: Puasa, Zainal Abidin, Lantera, Lahamajojo, Saloimaya, Darawako, dan Gandapura.
Kelak, dua dari putranya, Puasa dan Zainal Abidin, diangkat oleh Kesultanan Ternate sebagai Imam, sedang dua lainnya, Lantera dan Lahamajojo, dikenal sebagai Kapita Perang. Lahamajojo, yang memiliki nama asli Ahmad seperti ayahnya, bahkan diutus oleh Sultan Baabullah (1570–1583) sebagai duta perdamaian ke Tidore, mengingat darah Tidore mengalir dari sang ibu, Boki Babola.
Putri yang Mencintai Tari dan Alam
Boki Babola bukan hanya bangsawan, ia juga dikenal sebagai pecinta seni, khususnya tarian tradisional. Ketika pernikahannya digelar di Soakonora (Liate), masyarakat menyambutnya dengan Tari Boki, sebuah tarian lembut yang hanya boleh dibawakan oleh perempuan dari kampung Igobula, tempat yang sangat dekat dengan hati sang putri.
Ia juga gemar menari Tari Tokuwela, sebuah tarian khas Galela yang hingga kini masih diwariskan. Bahkan hingga ke pulau Morotai, tradisi ini bertahan. Dalam catatan Boston tahun 1941, digambarkan bahwa di desa Wayabula, para perempuan dewasa masih menarikan Tari Talaga Boki dengan penuh kelembutan - sebuah penghormatan kepada Boki Babola, sang Putri Telaga.
Warisan dan Jejak yang Ditinggalkan
Meski kisah hidupnya terselubung kabut waktu, jejak Boki Babola masih terasa di berbagai pelosok Galela. Beberapa doku (kampung) bahkan masih menjaga peninggalan sang putri hingga akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Di Doku Igobula, terdapat telaga yang konon menjadi tempat mandi favoritnya. Sementara Doku Toweka menyimpan cici konde miliknya, dibantu oleh Doku Barataku yang turut merawat peninggalan tersebut.
Sebuah jurnal antropologi terbitan tahun 1895 dari Belanda bahkan mencatat kisah Boki Babola sebagai perempuan cantik berhias, yang dicintai rakyat karena kelembutan dan kecantikannya. Ia dijuluki sebagai Putri Telaga, sebuah gelar yang masih dikenang hingga kini.
Akhir yang Misterius
Kisah Boki Babola berakhir sebagaimana banyak legenda—dengan misteri. Tidak ada catatan pasti mengenai wafatnya. Dalam cerita lisan masyarakat Galela, Boki Babola dikisahkan menghilang bersama suaminya saat gelombang peperangan berkecamuk akibat konflik antara Ternate dan kerajaan-kerajaan sekitarnya.
Namun bagi masyarakat Galela, Boki Babola tak pernah benar-benar hilang. Namanya hidup dalam tarian, dalam telaga, dalam kisah yang dibisikkan dari generasi ke generasi. Ia bukan sekadar tokoh sejarah - ia adalah legenda, pelita dari masa lalu yang terus menyinari budaya Maluku Utara.
Penyalin Skrip : Isbat Usman
KALI DIBACA
No comments:
Post a Comment