WartaGlobal, Malut. Hal-Sel: Praktisi Hukum Safri Nyong, SH meminta kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Halmahera Selatan, melalui Bupati H. Usman Sidik, agar lebih objektif dan bijaksana dalam menyikapi beberapa Putusan Sengketa Tata Usaha Negara (PTUN Ambon) terkait Surat Keputusan (SK) Kepala Desa yang menjadi objek sengketa. Senin, 23 Oktober 2023.
Safri menegaskan bahwa, secara factual beberapa SK Kepala Desa yang diterbitkan oleh Bupati Hal-Sel, telah terbukti cacat prosedur maupun cacat substansi dalam penerbitannya. Hal ini telah terbukti melalui Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Ambon, yang substansinya mengabulkan Gugatan Para Penggugat dalam beberapa sengketa perkara a quo.
Menurut safri sapaannya. Amar putusan yang seragam ditegaskan bahwa PTUN.AMBON membatalkan beberapa SK yang menjadi objek sengketa tersebut, dan memerintahkan kepada Bupati selaku Tergugat dalam beberapa perkara tersebut untuk mencabut SK yang merupakan objek sengketa.
Kendatipun demikian, dari 14 Perkara sengketa Kepala Desa yang telah bergulir di Pengadilan TUN Ambon beberapa waktu lalu, saat ini masih terdapat beberapa yang belum inkracht yakni masih dilakukan upaya hukum banding oleh pihak Tergugat (Bupati Halsel).
Olehnya itu, Praktisi Hukum sekaligus Politisi Muda Halsel ini, saat diwawancarai sejumlah wartawan menegaskan bahwa, saat ini ia juga merupakan Kuasa hukum dari beberapa Cakades yang mengajukan gugatan terhadap SK Bupati Hal-Sel, Yakni Desa Tawa, Desa Akelamo/Fida, dan Desa Guruapin.
“benar, ada 14 Desa yang mengajukan gugatan ke PTUN.AMBON terhadap SK Bupati, dan dari 14 perkara tersebut saat ini 7 Desa sudah di Putuskan oleh pengadilan, bahkan dari ketuju desa yang sudah berakhir perkaranya di PTUN.Ambon tersebut, ada beberapa yang secara hukum sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) seperti Desa Lalubi, Desa Lata-lata". Imbuhnya.
Selain itu, secara hukum terhadap beberapa Desa lainnya seperti Desa Gandasuli, dan Desa Loid yang saat ini perkaranya sedang bergulir di Tingkat Banding (PT.TUN Manado), sebenarnya sudah telah melewati tenggang waktu pengajuan upaya hukum banding oleh pihak Tergugat (Bupati Halsel) selaku pihak yang kala.
Lanjut Safri, Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 123 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang mengatur : “Permohonan pemeriksaan banding diajukan secara tertulis oleh pemohon atau kuasanya yang khusus dikuasakan untuk itu kepada Pengadilan Tata Usaha Negara yang menjatuhkan putusan tersebut dalam tenggang waktu empat belas hari setelah putusan Pengadilan itu diberitahukan kepadanya secara sah.
”Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 12 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022. Tentang Perubahan Atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 Tentang Administrasi Perkara Dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik yang menegaskan secara imperative bahwa “Hari” adalah hari kalender.". Jelas saf, saat menyebarkan kepada media.
Maka secara formil pengajuan banding oleh Bupati Hal-Sel dalam kedua perkara tersebut secara hukum telah melewati tenggang waktu 14 (Empat Belas) Hari Kalender. Dengan demikian, Permohonan banding yang diajukan oleh pihak Bupati selaku Tergugat yang kala dalam perkara a quo tidak memenuhi prasyarat formil sebagaimana ditegaskan dalam ketentuan perundang-undangan dimaksud.
Praktisi Hukum muda itu juga menegaskan, Bupati Hal-Sel harus objektif dan bijaksana untuk mejalankan perintah pengadilan terkait beberapa Desa yang perkaranya sudah berkekuatan hukum tetap (Inkracht), yakni Desa Lalubi, dan Desa Lata-Lata. Sebab proses hukum atas kedua Desa tersebut, secara nyata telah berakhir dan para Penggugat telah memiliki legitimasi hukum melalui Putusan PTUN. Ambon.
Saat beberapa media sembari mempertanyakan terkait perkara yang sudah memperoleh Penetapan Inkracht oleh Pengadilan TUN.Ambon, yakni Desa Lalubi dan Lata-lata, termasuk beberapa desa yang gugatannya telah dikabulkan, akan tetapi masih terdapat upaya hukum banding. Advokat Muda ini menjelaskan bahwa: “tidak ada reasoning hukum lain yang lebih objektif dan rasional bagi Bupati Halsel, selain menindaklajuti Putusan A quo dengan cara mencabut SK yang telah dibatalkan oleh PTUN.Ambon dan menerbitkan SK baru yang mengesahkan serta melantik Para Penggugat sebagai Kepala Desa terpilih.
Lanjut saf, jika didekati dengan penalaran hukum yang wajar, Dengan memaknai secara utuh substansi dari beberapa putusan perkara a quo yang mengabulkan gugatan para penggugat tersebut, maka terlihat dengan jelas bahwa proses penerbitan SK Kepala Desa terpilih oleh Bupati Hal-Sel yang merupakan objek sengketa di pengadilan TUN.Ambon telah terbukti mengandung cacat prosedur maupun cacat subtansi.
"Itu artinya, atas tindakan administrasi yang dilakukan oleh Bupati selaku Tergugat dengan mengesahkan para kepala desa yang SK-nya digugat tersebut adalah merupakan suatu perbuatan/tindakan yang keliru secara hukum. Maka menurut hukum sudah sepatutnya Bupati menerbitkan SK baru dan melantik Para Penggugat selaku pihak (Cakades) yang berhak untuk memperoleh legitimasi hukum melalui SK Bupati selaku kontestan Pilkades'".
Dilain sisi, praktisi muda itu menela dari hasil beberapa desa yang memenangkan mendalilkan berbagai bentuk tindakan kecurangan dan/atau ketimpangan dalam proses pilkades serentak di Hal-Sel yang mengakibatkan tidak disahkannya para Penggugat ini selaku Cades terpilih berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
“Didalam pertimbangan hukum beberapa putusan perkara ini kan suda sangat jelas, disana hakim telah menguji dan/atau menilai seluruh peristiwa hukum kongkrit yang didalilkan oleh para penggugat, dan itu dibenarkan oleh hakim, sehingga dari pertimbangan-pertimbangan tersebut maka lahirlah AMAR PUTUSAN yang mengabulkan seluruh gugatan para penggugat".
Jadi, kalau pihak Pemda Hal-Sel (Bupati) membaca beberapa putusan perkara ini hanya sebatas Amar kongkrit yang menyatakan membatalkan dan memerinthakan mencabut SK yang disengketakan, dengan menggunakan optic yang sempit tanpa didasari dengan penalaran hukum yang wajar, maka konsekwensinya akan melahirkan pertimbangan dan penilaian yang keliru bagi Bupati dalam menyikapi beberapa putusan a quo. Sehingga bisa menimbulkan berbagai implikasi hukum terhadap hak dan kepentingan para penggugat, termasuk berimplakasi pada kerugian keuangan daerah Pemda Hal-Sel yang telah mengeluarkan dana yang cukup besar bagi pelaksanaan Pilkades Serentak beberapa waktu lalu.” Ungkap Safri.
Mengenai amar putusan yang tidak memerintahkan Bupati untuk melantik Para Penggugat, Safri juga menegaskan: “bahwa Perintah melantik bisa kita lihat dan bisa tergambarkan di dalam pertimbangan hukum putusan perkara yang disengketakan, karena amar putusan ini sejatinya tidak lahir dari suatu ruang yang kosong, atau tidak lahir dari langit.
"Amar ini lahir dari pertimbangan dan penilaian majelis hakim terhadap dalil gugatan para penggugat, yang secara formil bisa dilihat dalam format putusan bagian Pertimbangan Hukum, dimana Pertimbangan dan Amar adalah merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dilepas pisah atau dibaca serta dimaknai secara terpisah. Jadi melihatnya harus seperti itu." Tegasnya.
“Sekali lagi ini bukan kepentingan siapa-siapa, tetapi ini merupakan bagian dari kepentingan Pemda Halsel, terutama kepentingan kongkrit yang tidak terlepas dari bentuk pertangung jawaban moril maupun materil terhadap perwujudan pelaksanaan demokrasi di tingkat desa yang telah menelan anggaran daerah yang tidak sedikit".jelasnya.
Ia juga membandingkan, sengketa Pilkades telah menghabiskan anggaran yang tidak sedikit. Bayangkan saja, kita semua tau bahwa untuk hajat Pilkades Serentak beberapa waktu lalu, Pemda Halsel telah mengeluarkan anggaran 30 juta perdesa, jadi jika ke-14 Desa ini seluruhnya telah selesai berperkara dan Bupati tetap tidak mau melantik para penggugat, maka suda berapa banyak uang daerah yang telah mubazir/terbuang percuma, kira-kira sekitar 400an juta lebih.
"Belum lagi berapa besar anggaran yang dikeluarkan oleh Pemda Hal-Sel dalam hal menghadapi proses hukum yang salama ini bergulir di PTUN.AMBON. Jika hasil dari pelaksanaan Pilkades terhadap 14 desa ini hanya berujung dengan Pembatalan SK kepala Desa Definitif dan akan digantikan oleh Penjabat/Karteker Kepala Desa oleh Bupati Pasca sengketa ini nanti.” Tutup Safri.
Reporter: Wan
KALI DIBACA
No comments:
Post a Comment