Malut. WARTAGLOBAL.id - Masyarakat Desa Bobo, Kecamatan Obi Selatan, secara tegas menolak kehadiran perusahaan tambang PT Intim Mining Sentosa (IMS) di wilayah mereka. Penolakan ini didasarkan pada kekhawatiran terhadap dampak kerusakan lingkungan yang dapat memengaruhi kehidupan masyarakat di masa depan.
Dalam sebuah pertemuan yang dihadiri oleh perwakilan warga, tokoh masyarakat, dan pemuka agama, suara penolakan terdengar semakin lantang. Mereka menilai keberadaan perusahaan tambang di daerah mereka tidak memberikan jaminan kesejahteraan, melainkan justru berpotensi menimbulkan masalah sosial, ekonomi, dan lingkungan.
Penolakan terhadap PT IMS tidak hanya datang dari masyarakat, tetapi juga mendapat dukungan penuh dari tokoh agama setempat. Ketua Klasis Gereja Protestan Maluku (GPM) daerah Pulau Obi, Pendeta Esrom Lakoruhut, menyatakan sikap tegasnya dalam mendukung aspirasi masyarakat.
“Kita harus menghindari konflik agraria, konflik sosial, maupun dampak lingkungan yang merugikan warga. Sebagai lembaga gereja dan institusi agama yang peduli terhadap lingkungan serta masa depan masyarakat yang berkeadilan, kami menolak perusahaan tambang yang tidak menjalankan prosedur dengan benar,” tegas Pendeta Esrom dalam wawancaranya dengan jurnalis, Rabu (19/02/2025).
Menurutnya, tidak ada jaminan kesejahteraan bagi masyarakat dengan hadirnya perusahaan tambang. Sebaliknya, keberadaan perusahaan tersebut justru berpotensi memperburuk kondisi sosial dan ekonomi warga setempat.“Di berbagai tempat, dampak negatif perusahaan tambang lebih banyak dirasakan oleh masyarakat kecil. Yang diuntungkan hanyalah segelintir orang yang memiliki akses ke perusahaan tersebut, sementara petani dan nelayan yang tidak memiliki akses justru mengalami kesulitan dan penderitaan,” lanjutnya.
Sejumlah warga yang hadir dalam pertemuan tersebut juga menyampaikan kekhawatiran mereka. Salah satu perwakilan masyarakat, Arnoldus G menilai bahwa keberadaan tambang justru mengancam sektor pertanian dan perikanan yang menjadi sumber mata pencaharian utama warga Desa Bobo.
“Kami ini petani dan nelayan. Jika tambang masuk, bagaimana nasib kami? Tanah kami bisa rusak, laut kami tercemar, dan anak cucu kami tidak bisa menikmati lingkungan yang bersih. Tidak ada jaminan kesejahteraan bagi kami, yang ada hanya kesengsaraan,” kata Arnoldus dengan nada emosional.
Ia juga menyoroti dampak jangka panjang yang dapat terjadi jika pertambangan tetap beroperasi. Menurutnya, banyak contoh desa-desa di daerah lain yang sudah mengalami kerusakan lingkungan akibat aktivitas tambang, dan hal itu harus menjadi pelajaran agar Desa Bobo tidak mengalami nasib serupa.
Sementara itu, seorang nelayan setempat, Markus T, menuturkan bahwa pengalaman warga di desa lain yang berdekatan dengan lokasi pertambangan menjadi bukti nyata betapa merugikannya kehadiran perusahaan tambang.“Kami lihat sendiri, bagaimana desa lain yang sudah dimasuki tambang. Laut mereka jadi tercemar, ikan semakin sulit didapat, dan akhirnya mereka kehilangan mata pencaharian. Kami tidak ingin itu terjadi di desa kami,” ungkap Markus.
Masyarakat Desa Bobo berharap pemerintah daerah dan pihak terkait dapat mendengar suara mereka dan tidak mengizinkan PT IMS beroperasi di wilayah mereka. Mereka juga meminta agar izin eksplorasi atau eksploitasi yang diberikan kepada perusahaan ditinjau ulang.
Selain itu, warga juga mengaku kecewa karena tidak pernah dilibatkan dalam proses sosialisasi atau diskusi sebelum izin diberikan kepada perusahaan. Mereka menilai bahwa keputusan untuk memberikan izin tambang kepada PT IMS dilakukan tanpa mempertimbangkan suara masyarakat yang terdampak langsung.“Seharusnya sebelum ada izin, masyarakat diajak bicara dulu. Jangan tiba-tiba kami dengar perusahaan sudah dapat izin, padahal kami yang akan terkena dampaknya,” ujar seorang warga lainnya.
Gereja Protestan Maluku (GPM) melalui Klasis Pulau Obi menegaskan dukungannya terhadap aspirasi masyarakat Bobo, yang mayoritas merupakan jemaat GPM. Mereka menekankan bahwa masyarakat kecil seperti petani dan nelayan tidak mendapatkan manfaat dari keberadaan perusahaan tambang, melainkan hanya mengalami kesulitan akibat dampak lingkungan yang ditimbulkan.
Pendeta Esrom menambahkan bahwa Gereja akan terus mengawal aspirasi masyarakat dan mendesak pemerintah untuk mengambil langkah yang berpihak kepada warga.“Gereja tidak hanya berbicara soal iman, tetapi juga tentang keadilan sosial dan kesejahteraan umat. Jika ada kebijakan yang merugikan masyarakat, maka sudah menjadi tanggung jawab gereja untuk bersuara,” tegasnya.
Sebagai bentuk komitmen, pihak gereja bersama masyarakat akan mengajukan surat resmi kepada pemerintah daerah, DPRD, serta instansi terkait lainnya untuk menyampaikan keberatan mereka terhadap kehadiran PT IMS.
Masyarakat berharap agar suara mereka dapat menjadi pertimbangan serius bagi pemerintah dalam mengambil keputusan terkait izin operasional perusahaan tambang di wilayah Desa Bobo.“Kami hanya ingin hidup tenang dengan alam yang bersih. Kami tidak butuh tambang jika hanya membawa kerusakan dan kesengsaraan,” pungkas seorang warga dengan penuh harap.
Redaksi: wan
KALI DIBACA
No comments:
Post a Comment