
“Sudah hampir setahun sejak pengukuran awal dilakukan, tapi tidak ada kepastian. Ini mengindikasikan lemahnya komitmen pemerintah desa terhadap kebutuhan warganya,” kata Yeheskel dalam pernyataan resminya, Sabtu (14/06/2025).
Menurutnya, alasan teknis perencanaan dan masalah pembebasan lahan yang terus diulang oleh pihak desa justru menambah kekecewaan publik. Ia menyebut bahwa masyarakat Kawasi menanti aksi nyata, bukan sekadar retorika atau alasan prosedural yang berulang.

Lebih jauh, Yeheskel menekankan pentingnya pelabuhan speed boat sebagai infrastruktur strategis.
“Pelabuhan ini bukan hanya soal transportasi laut, tapi juga penggerak ekonomi lokal dan akses vital menuju titik-titik layanan publik di wilayah pesisir,” ujarnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa pihak CSR PT. Harita Group sebenarnya telah membuka ruang kerja sama untuk mendukung pembangunan pelabuhan. Namun, sinyal positif dari pihak swasta tersebut kini tertahan akibat ketidaksiapan birokrasi desa.
“CSR tidak bisa berjalan sendiri. Perlu ada fondasi hukum dan kemauan politik dari pemerintah desa. Jika pemerintah desa tidak segera bergerak, dampaknya langsung dirasakan oleh masyarakat Kawasi sendiri,” tegas Yeheskel.
Sebagai Ketua ASLAD, ia mendesak Pemerintah Desa Kawasi untuk segera menuntaskan pembebasan lahan, mempercepat finalisasi perencanaan teknis, dan membuka komunikasi terbuka dengan masyarakat guna menghindari polemik berkepanjangan.
“Jangan biarkan proyek ini terhenti karena kelambanan birokrasi. Ini bukan sekadar proyek pembangunan, melainkan hak warga atas transportasi yang layak dan adil,” pungkasnya.
Draken/"
KALI DIBACA
No comments:
Post a Comment