Sampul Politik Sebagai Tempat Keramat, dan Orang Pintar - WARTA GLOBAL MALUT

Mobile Menu

Pendaftaran Jurnalis

Klik

More News

logoblog

Sampul Politik Sebagai Tempat Keramat, dan Orang Pintar

Sunday, 26 March 2023

Oleh : Mursal Bahtiar

Kebanyakan orang menganggapnya primitif, bahkan rasa ketidakpercayaan akan hadir dalam tiap presepsi pemikiran jika bergumam kata "Keramat" dan "Orang Pintar" di telinga masing-masing.

Canggung rasanya bila Keramat dan orang Pintar di sandingkan dengan Politik, namun telah lama kepercayaan akan Keramat dan Orang Pintar menjadi strategi gaib yang tak di duga membuahkan hasil yang di anggap jitu dalam mengecap kemenangan dalam tiap kontes politik.

Keramat atau dalam bahasa akrab orang-orang Maluku Utara biasanya di sebut "Jeret". Konon katanya Jeret adalah kuburan para orang pilihan atau bisa jadi kuburan orang-orang arif yang muncul ke permukaan bumi dengan sendirinya. Wallahu a'lam bissawab!

Sebagian kebiasaan orang-orang Maluku Utara dalam setiap hajat atau ritualnya, sering berziarah ke makam-makam tersebut dengan tujuan kebaikan dan mungkin beralih ke tujuan lain. Tergantung sudut pandangnya masing-masing.

Keramat atau jeret, dalam sudut pandang tertentu bisa menjadi hukum. Sebagian orang-orang di Maluku Utara akan lebih takut dengan hukum dan larangan atas kemistikan keramat. Anehnya, mereka akan lebih takut atas larangan dan pantangan seputaran keramat ketimbang undang-undang yang berlaku.

Akan jadi berbeda jika di seputaran makam keramat tersimpan harta karun atau mengandung logam mulia. Pasti, jadi panjang ceritanya.

Terlepas dari keramat, Orang Pintar atau dukun juga sering menjadi kepercayaan. Di bahasan ini, rupanya menjadi alternatif di tiap pengobatan. Kepercayaan terhadap orang pintar akan datang dengan berbagai versi, terpergantung segi keilmuan apa yang di pakai si orang pintar. 

Selama ini, kata orang pintar sepertinya selalu saja di karibkan dengan dukun, santet dan yang lain. Padahal orang pintar bisa jadi ahli ibadah, ahli zikir yang memanfaatkan amalannya untuk hal-hal kebaikan.

Politik Gaib

Politikus muda dan senior lebih sering memasrahkan hasil pada orang pintar dan tempat keramat daripada konsistensi berkampanye. Mereka menyadari ada kekuatan supernatural yang tidak cukup diikhtiari dengan janji manis, membeli suara, dan transaksi jabatan. Apalagi bagi politikus yang kalah secara finansial dan popularitas.

Di desa, pejabat sering menggunakan bantuan dukun atau kiai agar terlindung dari ancaman gaib (santet). Kematian beberapa kepala desa setelah menang pilkades disimpulkan sebagai serangan santet dengan asumsi pejabat menderita penyakit misterius. Memutuskan untuk maju sebagai pemimpin juga harus siap risiko kehilangan nyawa.

Meski secara medis bisa dijelaskan, namun budaya santet, pelet, dan kepet menjadi khasanah kebudayaan yang masih diyakini keberadaannya. Tak heran banyak calon pejabat yang menyiapkan diri dengan meminta bantuan kepada orang pintar dan tirakat di tempat keramat. Bahkan dalam level pimpinan nasional, banyak yang meyakini mereka melakukan tradisi serupa di tempat-tempat yang diyakini bisa melindunginya dari ancaman yang nyata dan gaib.

Kebiasaan pemimpin yang suka blusukan di tengah masyarakat dan kebencian radikal di media sosial seharusnya memudahkan pembenci untuk melukai atau bahkan membunuh dengan senapan ilegal atau senjata tajam. Namun kekecewaannya malah sering diaktualisasikan dengan perilaku teror dan bom bunuh diri yang jauh dari tujuan melukai pemimpin yang dibenci.

Seolah ada kekuatan di luar kendali manusia yang menghalau segala macam bahaya darinya. Keberadaan intelijen dan paspampres tentu tidak bisa menganalisis motif setiap orang. Apapun itu, kekuatan supernatural yang dicari atau diberikan kepada pemimpin adalah hal yang wajar dalam kebudayaan nusantara. Hal gaib masih menjadi kiblat menyandarkan permasalahan hidup.

Jelang tahun politik, kita akan melihat banyak calon politikus aktif mengunjungi orang pintar dan tempat keramat. Menggadaikan keimanan demi kekayaan dan popularitas. Jasa orang pintar juga akan semakin meningkat meski dalam perjalanannya tidak mampu memberikan kepastian keberhasilan atau kegagalan calon pejabat.

Sementara di tempat keramat, calon pejabat akan kembali aktif menjadi peziarah dadakan dan ahli tirakat. Bukan sebagai sarana bermuhasabah, namun lebih kepada keinginan terkabulnya hajat menjadi pejabat. Itulah Indonesia dengan segala keyakinan dan kebudayaannya. Orang pintar dan tempat keramat adalah alat ketika menyadari kemampuan diri tidak bakal tersampainya doa kepada Tuhan.

Dengan mengunjungi orang pintar dan tempat keramat akan melegakan perasaan calon pejabat yang sudah melakukan semua usaha jelang pemilu. Politik bukan hanya seputar strategi berkoalisi, namun juga siasat menemukan orang pintar dan tempat keramat yang tepat.

KALI DIBACA

No comments:

Post a Comment