Halsel, WARTAGLOBAL.id -Kebebasan berekspresi dan semangat akademik seharusnya menjadi pilar peradaban yang dijaga dengan etika dan tanggung jawab. Namun, peristiwa yang terjadi di Desa Busua, Kecamatan Kayoa Barat, Kabupaten Halmahera Selatan, justru menunjukkan penyimpangan serius dari nilai-nilai tersebut.
Gunawan Hairudin, putra dari Kepala Desa Busua, Andi Hairudin, secara resmi melaporkan empat orang ke Polres Halmahera Selatan atas dugaan pencemaran nama baik. Laporan ini berkaitan dengan tindakan yang diduga sebagai teror psikologis dan penyebaran fitnah yang terjadi pada Selasa dini hari (1/4/2025).
Aksi tersebut dilakukan sekitar pukul 02.00 WIT saat keluarga Kepala Desa tengah beristirahat. Sekelompok orang secara diam-diam menempelkan spanduk bertuliskan tuduhan serius di rumah pribadi Andi Hairudin dan di pagar Masjid Desa Busua – sebuah tempat suci yang semestinya dijauhkan dari unsur provokasi.
Tulisan dalam spanduk tersebut berbunyi: “Andi Hairudin Makan Dana Desa” – sebuah tuduhan yang belum terbukti secara hukum dan berpotensi besar mencemarkan nama baik serta menyesatkan opini publik.
“Tindakan ini bukan hanya mencoreng nama baik keluarga kami, tetapi juga mencederai ruang privat kami dan menodai tempat ibadah,” ujar Gunawan Hairudin kepada media ini.
Didampingi kuasa hukumnya, Ikmal Umsohi, SH, Gunawan menegaskan bahwa tindakan para pelaku bukanlah bentuk kritik, melainkan serangan personal yang tidak beretika serta melanggar norma hukum, sosial, dan agama.
“Ini bukan ekspresi demokrasi. Ini adalah bentuk teror psikologis dan fitnah terbuka yang dilakukan secara brutal di ruang publik dan tempat ibadah. Kami minta pihak kepolisian bertindak tegas,” tegas Ikmal.
Insiden ini telah memicu ketegangan sosial di tengah masyarakat Desa Busua, menimbulkan perpecahan serta rasa saling curiga di antara warga. Aksi itu dinilai sebagai upaya sistematis untuk mendiskreditkan kepala desa dan keluarganya tanpa dasar hukum yang sah.
“Kritik sosial memang penting dalam demokrasi, namun harus disampaikan dengan data, prosedur, dan cara yang bermartabat. Saat tudingan dilontarkan secara liar tanpa bukti, kebebasan berekspresi justru berubah menjadi alat penghancur karakter,” lanjut Ikmal.
Kasus ini kini menjadi ujian penting bagi aparat penegak hukum di Halmahera Selatan: apakah akan berpihak pada keadilan dan supremasi hukum, atau membiarkan praktik fitnah terus merajalela atas nama kebebasan berpendapat.
Sudah saatnya seluruh pihak memahami bahwa kebebasan berpendapat bukanlah lisensi untuk merusak martabat orang lain. Kritik yang membangun harus berpijak pada fakta, bukan pada asumsi dan kebencian
Reporter : Ichan*
KALI DIBACA
No comments:
Post a Comment