Dugaan Penggusuran Sepihak di Pulau Fau: 700 Pohon Pala Dilenyapkan, Warga Tak Diberi Ganti Rugi. - Warta Global Malut

Mobile Menu

Pendaftaran Jurnalis

Klik

More News

logoblog

Dugaan Penggusuran Sepihak di Pulau Fau: 700 Pohon Pala Dilenyapkan, Warga Tak Diberi Ganti Rugi.

Tuesday, 8 April 2025


Gebe, WartaGlobal.IDPuluhan warga Desa Yam, Kecamatan Pulau Gebe, Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara, kini harus menelan kenyataan pahit. Lahan mereka yang berada di Pulau Fau diduga telah digusur secara sepihak oleh sebuah perusahaan bernama PT Niaga Prima, tanpa adanya ganti rugi atau kejelasan hukum.


Menurut data yang dihimpun tim investigasi Warta Global, terdapat empat bidang lahan yang menjadi objek penggusuran, di mana sebagian besar ditanami pohon pala. Sedikitnya 700 pohon pala yang selama ini menjadi sumber penghidupan masyarakat, kini rata dengan tanah.


Pemilik lahan atas nama Wahid dan Muslim menyatakan bahwa lahan tersebut sebelumnya telah dibayar oleh seseorang bernama Tara, namun dalam prosesnya, tidak ada pembayaran lanjutan dari pihak perusahaan yang menggusur. Upaya konfirmasi dan klarifikasi dari pemilik lahan kepada pihak terkait disebut tidak pernah direspons.


“Kami sudah menanyakan ulang, tapi tidak ditanggapi. Tiba-tiba saja lahan sudah digusur habis,” ujar seorang kerabat pemilik lahan kepada tim Warta Global.


Pada Maret 2024, telah dilakukan proses pengukuran atas lahan tersebut. Pengukuran ini disaksikan oleh M. Zen Bajao, perwakilan masyarakat dari Desa Yam. Namun ironisnya, meskipun ada pengukuran resmi, perusahaan tetap melanjutkan aktivitas tanpa menyelesaikan hak-hak dasar pemilik lahan.


Menurut ketentuan Peraturan Daerah Kabupaten Halmahera Tengah, nilai ganti rugi untuk satu pohon pala anakan mencapai Rp75.000. Jika dihitung kasar, maka ganti rugi minimal yang seharusnya diberikan perusahaan untuk 700 pohon pala mencapai Rp52.500.000. Namun sejauh ini, tak sepeser pun diberikan kepada warga.


Lebih memprihatinkan, masyarakat mulai mencurigai adanya dugaan keterlibatan oknum ketua adat dan kepala desa dalam proses penggusuran ini. Ketua adat yang dikenal dengan nama Kadar, dan biasa dipanggil Tol Lamo, disebut-sebut mengetahui kejadian ini. Namun perannya hingga kini belum terang-benderang.


“Kami menduga ada permainan. Karena perusahaan bisa begitu leluasa menggarap lahan tanpa ganti rugi, tanpa hambatan,” ujar warga lainnya.


Dalam perkembangan terbaru, muncul kabar bahwa perusahaan lain bernama PT Kari Wijaya berencana masuk dan telah menyebarkan wacana akan memberikan kompensasi hanya sebesar Rp35.000 per pohon pala—jauh di bawah nilai yang diatur dalam perda.


Informasi ini semakin memantik kekhawatiran warga. Mereka merasa proses perampasan lahan masyarakat atas nama investasi telah berlangsung secara sistematis, dibungkus oleh pengabaian hukum dan persekongkolan diam-diam.


Warga yang merasa lahannya dirampas secara sewenang-wenang kini menyerukan agar pihak berwenang segera turun tangan. Mereka mendesak adanya penyelidikan menyeluruh, terutama terhadap dugaan keterlibatan oknum pejabat lokal.


“Kami minta kasus ini diproses secara hukum. Kami bukan menolak pembangunan, tapi hak kami jangan dihilangkan,” tegas salah satu warga terdampak.


Redaksi HalTeng / Nia Aira


KALI DIBACA

No comments:

Post a Comment