
WARTAGLOBAL.id - Institusi Kepolisian kembali menjadi sorotan tajam publik setelah mencuatnya dugaan keterlibatan tiga oknum anggota Polsek Obi dalam upaya penyelesaian kasus pemerkosaan anak di bawah umur melalui jalur mediasi kekeluargaan. Kasus ini terjadi di Desa Akegula, Kecamatan Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, dan menyulut aksi demonstrasi warga di depan Mapolsek Obi yang berlangsung ricuh dan penuh emosi, Rabu (9/7).
Kasus bermula dari laporan resmi yang diterima oleh pihak Polsek Obi pada 13 Juni 2025, tercatat dengan nomor STPL/30/K/VI/2025. Dalam laporan tersebut, disebutkan bahwa korban, seorang anak perempuan berusia 15 tahun, menjadi korban pemerkosaan oleh enam orang pelaku yang berasal dari desa Alam Pelita. Namun, harapan keluarga korban agar kasus ini diproses sesuai hukum pidana justru berubah menjadi kekecewaan besar. Pasalnya, oknum anggota polisi yang disebut berinisial Rahman, Juned, dan Riki, diduga aktif mendorong penyelesaian perkara secara kekeluargaan.
“Kami tiba-tiba diundang ke Polsek Obi, katanya untuk memediasi kasus pemerkosaan anak kami. Tapi dari caranya berbicara, kami merasa ada maksud lain. Kami menduga mereka ingin tutup kasus ini diam-diam. Apalagi keesokan harinya polisi tidak jadi menjemput pelaku, padahal kendaraan sudah kami siapkan,” ungkap ayah korban kepada awak media.
Aksi unjuk rasa yang digelar di depan kantor Polsek Obi melibatkan puluhan warga Kecamatan Obi dan aktivis perlindungan anak. Mereka menuntut ketiga oknum tersebut dicopot dari jabatannya dan diproses secara etik serta hukum. Spanduk bertuliskan “Usut Oknum Polisi Pelindung Pemerkosa” hingga “Jangan Bunuh Keadilan untuk Anak Kami” mewarnai aksi yang berlangsung selama dua jam tersebut.
Menanggapi kasus ini, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan KB (DP3A-KB) Halmahera Selatan, Karima Nasaruddin, mengecam keras dugaan intervensi polisi dalam penyelesaian kasus pemerkosaan melalui mediasi. “Ini adalah delik pidana murni, bukan sengketa biasa. Tidak ada ruang untuk mediasi dalam kasus kejahatan seksual terhadap anak. Negara harus hadir melindungi korban, bukan justru membiarkan pelaku bebas,” tegas Karima.
Karima juga menegaskan bahwa pihaknya akan memberikan pendampingan hukum kepada korban dan keluarga, serta mendorong agar perkara ini naik hingga ke pengadilan. “Kami tidak akan diam. Ini bukan hanya soal satu anak, tapi tentang bagaimana hukum ditegakkan dan anak-anak kita dilindungi,” imbuhnya.
Aktivis perlindungan anak, Rosita Basarun, S.H., menilai bahwa tindakan ketiga anggota polisi yang diduga menjadi mediator dalam kasus ini adalah pelanggaran serius terhadap hukum dan kode etik profesi. “Jika aparat hukum justru melemahkan proses penegakan hukum demi alasan kekeluargaan, maka yang rusak bukan hanya satu kasus, tapi keseluruhan kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian,” ujar Rosita.
Menurutnya, impunitas terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap anak tidak bisa ditoleransi. Ia mendesak agar Propam Polda Maluku Utara segera turun tangan mengusut dugaan pelanggaran prosedur dan etika oleh anggota Polsek Obi.
Hingga berita ini diturunkan, Kapolsek Obi belum memberikan keterangan resmi. Namun, sumber internal di Polres Halmahera Selatan menyebutkan bahwa tim dari Propam telah diarahkan untuk melakukan klarifikasi atas laporan masyarakat dan sejumlah bukti rekaman serta surat undangan mediasi yang telah beredar.
Sementara itu, Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) melalui pernyataan tertulisnya menyatakan keprihatinan dan mendesak Kapolda Maluku Utara untuk memberikan atensi khusus terhadap kasus ini. “Kepolisian adalah garda terdepan penegakan hukum. Jika keadilan untuk anak dirusak dari dalam institusi sendiri, maka itu menjadi ancaman serius bagi sistem hukum kita,” tulis Komnas PA.
Kasus ini menambah daftar panjang lemahnya penanganan hukum terhadap kejahatan seksual di daerah-daerah terpencil. Masyarakat pun berharap, tidak ada lagi upaya penyelesaian “jalan pintas” dalam kasus kejahatan serius, apalagi yang menyangkut masa depan dan keselamatan anak-anak.
Keadilan kini ditagih, dan mata publik menyorot tajam setiap langkah yang akan diambil oleh aparat penegak hukum dalam menuntaskan kasus yang telah mencederai rasa kemanusiaan dan merusak citra kepolisian ini.
Redaksi: wan
KALI DIBACA
No comments:
Post a Comment