
Hal-Sel, WartaGlobal.id—Suara keras kembali menggema dari dunia akademik. Muhammad Kasim Faisal, akademisi Sekolah Tinggi Agama Islam Alkhairat (STAIA) Labuha, mendesak Kepolisian Daerah Maluku Utara dan Polres Halmahera Selatan untuk segera menghentikan aktivitas penambangan galian C ilegal di Desa Foya, Halmahera Selatan. Rabu (03/12/25).
Dalam keterangannya, Kasim menyebut aktivitas penambangan tersebut diduga kuat dioperasikan oleh Junaidi Ayub tanpa izin usaha pertambangan khusus (IUPK) dan tanpa Amdal, yang seharusnya menjadi syarat mutlak setiap kegiatan ekstraksi sumber daya alam.
“Secara akademik, operasi galian C ini tidak memenuhi persyaratan administratif maupun persyaratan lingkungan yang diwajibkan.” tegasnya.
Tidak berhenti di situ, hasil observasi lapangan Kasim menunjukkan bahwa penambangan terus berlangsung pada malam hari. Sejumlah alat berat yang digunakan diduga merupakan milik seorang pengusaha asal Wairoro, Halmahera Tengah. Aktivitas gelap tersebut dinilai telah berlangsung sejak 2018 dan belum pernah tersentuh penindakan tegas.
Kasim menyebut operasi ini telah melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, khususnya Pasal 158 yang mengatur tindak pidana pertambangan tanpa izin.
Saat ditanya awak media, Kasim menegaskan bahwa material yang diambil termasuk kategori galian C, yang dalam klasifikasi bahan tambang harus melalui prosedur izin ketat.
“Dari pendekatan observatif ilmiah, dampak yang ditimbulkan bukan hanya kerusakan ekologis, tetapi juga potensi konflik sosial, pencemaran air, hingga kerugian negara.” ujarnya.
Lebih memprihatinkan lagi, Kasim mengungkapkan adanya lokasi penambangan baru (lokasi II) yang diduga mulai dioperasikan. Perluasan ini memperbesar ancaman kerusakan lingkungan, sekaligus menambah ketegangan sosial di masyarakat sekitar.
Akademisi tersebut meminta Polda Maluku Utara dan Polres Halmahera Selatan untuk segera memanggil dan memeriksa pihak-pihak yang diduga terlibat dalam kegiatan yang telah beroperasi hampir satu dekade tersebut.
“Kami mendesak aparat penegak hukum untuk bertindak tegas, menghentikan seluruh aktivitas, dan melindungi lingkungan serta hak masyarakat.” pungkasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi dari Polda Maluku Utara maupun Polres Halmahera Selatan terkait desakan tersebut.
Redaksi: IMK
KALI DIBACA