
WARTAGLOBAL.id — Kondisi Kantor Desa Geti Lama, Kecamatan Bacan Barat Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, memicu keprihatinan mendalam dari berbagai kalangan. Bangunan yang seharusnya menjadi pusat pelayanan publik dan pemerintahan di tingkat desa itu hingga kini belum berfungsi sebagaimana mestinya. Ketiadaan aktivitas pemerintahan yang berjalan normal di kantor desa tersebut memunculkan pertanyaan serius soal kinerja aparatur desa dan pembinaan dari instansi terkait.
Salah satu suara kritis datang dari akademisi Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Labuha, Muhammad Faisal Kasim. Dalam keterangannya, Selasa (10/6), Faisal menyoroti lemahnya peran Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Halmahera Selatan dalam melakukan pembinaan serta pengawasan terhadap aktivitas dan pelayanan pemerintahan desa.
“DPMD itu bukan hanya sebagai lembaga pelengkap birokrasi, mereka punya tanggung jawab penuh dalam memastikan desa-desa di bawah binaannya menjalankan fungsi dan pelayanannya dengan baik. Apalagi ini menyangkut pelayanan dasar masyarakat di tingkat desa,” tegas Faisal.
Menurutnya, keberadaan kantor desa sebagai pusat pelayanan dan aktivitas pemerintahan tidak bisa diabaikan begitu saja. Ketika kantor desa terbengkalai, maka bukan hanya aktivitas pemerintahan yang terganggu, tetapi juga masyarakat akan kehilangan akses terhadap layanan administrasi dan pembangunan yang menjadi hak mereka.
Tak hanya DPMD, Faisal juga mendesak Inspektorat Daerah Halmahera Selatan agar menjalankan fungsinya secara maksimal, terutama dalam hal pengawasan penggunaan dana desa yang diduga bermasalah di Geti Lama. Ia menyoroti bahwa sejak tahun 2023 hingga pertengahan 2025 ini, belum ada kejelasan mengenai pelaporan dan pemanfaatan anggaran desa.
“Kalau dana desa dari tahun ke tahun tidak jelas laporannya, ini patut diduga ada potensi penyimpangan. Inspektorat jangan hanya menunggu laporan, tetapi harus aktif melakukan audit dan investigasi lapangan,” tandasnya.
Faisal menambahkan bahwa permasalahan ini tidak bisa dianggap sepele. Ia mengingatkan bahwa terdapat sejumlah regulasi yang menjadi dasar hukum kuat bagi pemerintah daerah untuk bertindak tegas, mulai dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa hingga Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.
“UU Desa sangat jelas menyebutkan bahwa desa adalah subjek pembangunan dan memiliki hak untuk berkembang. Namun itu tidak akan tercapai jika pembinaannya tidak berjalan. Begitu pula dengan Permendagri 20/2018 yang mengatur tata kelola keuangan desa, dari perencanaan sampai pertanggungjawaban. Semua itu harus diawasi ketat,” jelasnya.
Ia juga menyinggung Peraturan Menteri Desa PDTT Nomor 13 Tahun 2020 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa yang menekankan pentingnya pemberdayaan masyarakat. Dalam konteks ini, Faisal mempertanyakan apakah dana desa Geti Lama benar-benar digunakan untuk program yang menyentuh masyarakat secara langsung.
Masyarakat Geti Lama sendiri mengaku kecewa atas tidak berfungsinya kantor desa mereka. Sejumlah warga yang enggan disebut namanya mengatakan bahwa urusan administrasi, seperti surat menyurat dan pengajuan bantuan sosial, kerap terbengkalai karena tidak ada aktivitas tetap di kantor desa. Mereka berharap agar pihak berwenang segera turun tangan menyelesaikan persoalan ini.
“Kami ini masyarakat kecil, butuh pelayanan yang jelas. Kalau kantor desa saja tidak dibuka, ke mana lagi kami mau mengadu?” keluh seorang warga.
Hingga berita ini diterbitkan, Kepala Desa Geti Lama belum dapat dimintai keterangan. Sementara itu, pihak DPMD dan Inspektorat Daerah juga belum memberikan tanggapan resmi atas desakan akademisi STAI Labuha tersebut.
Desakan agar DPMD dan Inspektorat bertindak tegas mencerminkan kegelisahan publik atas lemahnya pengawasan pemerintahan desa yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam pelayanan publik. Permasalahan ini diharapkan menjadi perhatian serius Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan agar tata kelola pemerintahan desa dapat berjalan optimal sesuai semangat otonomi desa yang diamanatkan undang-undang.
Redaksi: wan
KALI DIBACA
No comments:
Post a Comment