Dugaan Video Seksual Kades Busua Mandek, Akademisi STAI: DPMD dan DPRD Lumpuh Etik dan Moral - Warta Global Malut

Mobile Menu


More News

logoblog

Dugaan Video Seksual Kades Busua Mandek, Akademisi STAI: DPMD dan DPRD Lumpuh Etik dan Moral

Friday, 18 July 2025

WARTAGLOBAL.id — Kasus dugaan video call bermuatan seksual yang menyeret Kepala Desa Busua, Kecamatan Kayoa Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, kembali menyulut kemarahan publik. Sorotan tajam datang dari kalangan akademisi yang menyayangkan sikap pasif pemerintah daerah dan legislatif dalam menangani persoalan yang dinilai mencederai akhlak publik dan meruntuhkan kepercayaan terhadap institusi desa.

Muhammad Kasim Faisal, M.Pd., akademisi dari Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Alkhairaat Labuha, menyebut Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Halmahera Selatan telah gagal menunjukkan ketegasan dan keberanian moral dalam menangani persoalan ini.

“Kasus ini terang-benderang. Tapi DPMD seperti lari dari tanggung jawab. Ini bukan sekadar pelanggaran etika, tapi penghinaan terhadap nilai-nilai moral dan publik yang mereka layani,” Tegas Kasim, Jumat (18/07/2025).

Kritik keras itu diarahkan langsung kepada Plt Kepala DPMD, Zaki Abd Wahab, yang menurutnya tampak gamang mengambil sikap. Ketidaktegasan ini, lanjut Kasim, memperkuat dugaan bahwa DPMD tunduk pada tekanan politis atau kepentingan tertentu, “Kalau pemimpin takut bertindak, untuk apa diberi amanah? Ini soal martabat desa dan integritas pemerintahan,” Ujarnya.

Tak hanya itu, Kasim juga menyoroti sikap diam DPRD Halmahera Selatan, terutama anggota dari Dapil Makian-Kayoa berinisial IN. Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang pernah digelar dinilainya hanya menjadi tontonan tanpa tindak lanjut yang nyata, “RDP hanya panggung basa-basi. Tak ada output yang membela rakyat. Ini bentuk pengkhianatan terhadap fungsi pengawasan legislatif,” Lanjut Kasim.

Menurutnya, pemerintah daerah sebenarnya sudah memiliki dasar hukum yang jelas untuk menonaktifkan sementara kepala desa dan membentuk tim evaluasi atas dugaan pelanggaran berat tersebut. Beberapa regulasi yang seharusnya jadi pijakan antara lain:

1. UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang memberi kewenangan kepada bupati untuk memberhentikan kepala desa atas pelanggaran berat.

2. PP No. 43 Tahun 2014 jo. PP No. 11 Tahun 2019, yang menegaskan tanggung jawab pembinaan dan pengawasan oleh pemerintah daerah.

3. Permendesa PDTT No. 18 Tahun 2016, yang mengatur kewajiban pembentukan tim evaluasi atas laporan pelanggaran etik.

4. Kode Etik Aparatur Desa, yang menjadi dasar moral dan administratif dalam menjatuhkan sanksi.

Kasim juga mengutip pandangan Prof. Dr. Soepomo, bahwa kekuasaan dalam negara integralistik harus dijalankan atas dasar tanggung jawab moral, bukan untuk kepentingan pribadi.

Kepala desa itu pelayan rakyat, bukan raja kecil. Jika kekuasaan tidak dijalankan dengan akhlak, maka kehancuran akan dimulai dari desa,” Tambahnya.

Ia pun mendesak DPMD segera membentuk tim evaluasi independen serta menonaktifkan sementara Kades Busua hingga pemeriksaan tuntas. DPRD, kata dia, juga harus menjelaskan ke publik mengapa RDP tidak ditindaklanjuti secara konkret.

“Transparansi adalah ruh pemerintahan bersih. Kalau semua sibuk pencitraan, keadilan akan mati pelan-pelan di desa-desa,” Tegasnya.

Menutup pernyataannya, Kasim mengajak masyarakat untuk aktif melakukan kontrol sosial dan tidak ragu melaporkan pelanggaran yang dilakukan aparat desa, “Jika masyarakat diam, maka ketidakadilan akan jadi kebiasaan. Lawan penyalahgunaan kekuasaan, mulai dari desa,” Pungkasnya.


Redaksi


KALI DIBACA

No comments:

Post a Comment