Malut. WARTAGLOBAL.id — Di tengah tantangan perubahan iklim global dan meningkatnya kebutuhan industri terhadap sumber daya alam, pengelolaan air menjadi isu yang tak bisa dipandang sebelah mata, terutama bagi sektor pertambangan. Harita Nickel, yang beroperasi di Pulau Obi, Halmahera Selatan, menyadari pentingnya inovasi dalam pengelolaan air demi menjaga keberlanjutan operasional dan kelestarian lingkungan. Kawasi, 26 Mei 2025.
Dalam Laporan Keberlanjutan 2024, Harita Nickel mencatat total pengambilan air sebesar 867.835 megaliter (ML). Dari jumlah tersebut, sebanyak 91% atau sekitar 787.902 ML bersumber dari air laut. Air ini dimanfaatkan terutama untuk proses pendinginan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), menggantikan penggunaan air tawar yang lebih terbatas dan berharga tinggi di pulau kecil seperti Obi.
Strategi ini menunjukkan langkah konkret perusahaan dalam mengurangi tekanan terhadap sumber air tawar, yang keberadaannya semakin terbatas akibat perubahan iklim. Selain air laut, Harita juga memaksimalkan pemanfaatan curah hujan. Sebanyak 38.764 ML, atau sekitar 4% dari total air yang digunakan, berasal dari air hujan yang ditampung di berbagai reservoir yang tersebar di area operasional.
Tak berhenti di situ, Harita Nickel juga melangkah lebih jauh dengan menerapkan sistem daur ulang air yang menyeluruh. Lebih dari 10 juta meter kubik air telah berhasil didaur ulang, digunakan kembali untuk berbagai keperluan, mulai dari pengendalian debu hingga keperluan teknis lainnya di area pertambangan dan pabrik.
Salah satu komponen utama dari strategi pengelolaan air Harita adalah pengendalian sedimen. Untuk itu, perusahaan telah membangun dan mengelola lebih dari 52 kolam sedimentasi di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Trimegah Bangun Persada (TBP) dan PT Gane Permai Sentosa (GPS). Kolam-kolam ini dirancang untuk menampung limpasan air yang mengandung sedimen dari aktivitas tambang, sebelum air dilepas kembali ke lingkungan.
Salah satu kolam terbesar, Tuguraci 2, memiliki kapasitas 924.000 meter kubik dan mencakup area seluas 42 hektare. Kolam ini dilengkapi dengan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang mampu menurunkan tingkat kekeruhan air, memastikan parameter seperti pH dan Total Suspended Solids (TSS) sesuai dengan baku mutu lingkungan.
“Ketika saya pertama kali datang ke sini, infrastruktur yang ada masih terbatas. Tapi sekarang, saya melihat perkembangan signifikan, terutama pembangunan kolam sedimen yang sangat besar. Ini cukup langka dibanding tambang nikel lainnya,” kata Dr. Ir. Muhammad Sonny Abfertiawan, S.T., M.T., pakar rekayasa air dan limbah cair dari ITB.
Sonny menekankan pentingnya pemahaman karakteristik air tambang sebelum menentukan metode pengelolaan. Ia menjelaskan bahwa air dari tambang nikel di Indonesia umumnya memiliki pH netral hingga basa, dengan logam berat yang tersuspensi sehingga dapat diendapkan dengan relatif mudah. Namun, jika ditemukan logam berat terlarut seperti kromium heksavalen (Cr6), maka diperlukan perlakuan kimia seperti reduksi menggunakan ferro sulfat (FeSO₄).
Untuk memastikan air limbah industri memenuhi baku mutu, Harita Nickel mengimplementasikan pemantauan kualitas air secara berkala melalui sistem SPARING (Sistem Pemantauan Kualitas Air Limbah Industri Secara Terus Menerus dan Dalam Jaringan) milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Selain itu, pengujian juga dilakukan secara rutin oleh laboratorium independen terakreditasi.
Seluruh pendekatan ini menunjukkan komitmen Harita Nickel terhadap pengelolaan air yang bertanggung jawab dan berkelanjutan. Langkah-langkah yang diambil sejalan dengan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya poin ke-6 tentang air bersih dan sanitasi layak, serta poin ke-13 tentang aksi terhadap perubahan iklim.
Inovasi pengelolaan air yang adaptif dan berbasis data ini menjadi bukti bahwa sektor industri, khususnya pertambangan, mampu melakukan transformasi menuju operasional yang lebih hijau dan bertanggung jawab. Harita Nickel, melalui praktik terbaiknya, menegaskan bahwa keberlanjutan lingkungan dapat berjalan seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan ketahanan industri.
Redaksi: wan
KALI DIBACA
No comments:
Post a Comment